Social Icons

Pages

Jumat, 29 Maret 2013

Perbedaan pendapat adalah rahmat

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
 
Hay semua apa kabar, bagaimana aktifitas anda hari ini...???
Semoga senantiasa sukses dan menyenangkan ya....!!! amin ya robbal 'alamin....
Oqqqqe Qita langsung saja ke Te Ka Pe Suapaya jangan bertele tele....



           Dengan membaca, kita akan menjadikannya sebagai sarana untuk memperluas pengetahuan kita, setelah pengetahuan kita luas, maka akan lebih ringanlah kita dalam menapaki langkah demi langkah dalam kehidupan di dunia ini..
           Sepeti yang Kita  tahu,  sebenarnya  perbedaan  pendapat  dalam masalah  fiqih  bukan  lagi masalah baru,  melainkan  sudah  ada  sejak  Rasulullah  Saw wafat.  Perbedaan  masalah  fiqih  terus
berkembang  seiring  dengan  berkembangnya  zaman  dan  timbulnya  masalah-masalah  baru
dalam kehidupan. Pasca Rasulullah wafat mulai  timbul perbedaan pendapat  yang kemudian
melahirkan  madzhab-madzhab,  yang  di  antara  madzhab-madzhab  itu  saling  berdebat,  dan
dari perdebatan mereka yang tidak mungkin menemukan kesepakatan karena masing-masing
memiliki  dasar  sendiri-sendiri  yang  kemudian  menimbulkan  perselisihan,  dan  dari
perselisihan  itu  berlanjut  menjadi  perang  dingin,  atau  bahkan  menyebabkan  terjadinya
benturan secara fisik maupun pertikaian politis. 
Itulah fenomena di dunia Islam. Sebagian dari kita bukan tidak tahu sabda Rasulullah,
bahwa  perbedaan adalah  rahmat.” Perbedaan adalah hal yang  sangat niscaya, sesuatu yang
tidak  bisa  dihindarkan.  Lebih-lebih  dalam  masalah  fiqih,  yang  mana  dasar  utamanya  al-
Qur’an  dan  Sunnah.  Sementara  cara  pengambilan  hukum  (istimbath)  Fuqaha  satu  dengan
yang  lainnya  terkadang  terdapat perbedaan. Belum  lagi kalau kita berbicara masalah kondisi
dan situasi (sosial dan politik) di mana hukum Islam tersebut ditetapkan, ayat-ayat al-Qur’an
dan  hadist  apa  yang  dijadikan  dasar.  Sungguh  kian  terang  keyakinan  kita  akan  niscayanya

sebuah  perbedaan.  Karena  itu,  fiqih  sebenarnya  tidak  kaku  dan  saklek,  melainkan  lentur,
sangat fleksibel. 
Maka,  sungguh  kita  kasihan  kepada  orang  yang  seumur  hidupnya  digunakan  untuk
menghujat suatu madzhab dan pandangan fiqh tertentu. Lebih-lebih mereka yang menghujat,
bahkan mengkafirkan orang  yang  berbeda pendapat dengannya  tetapi  tanpa disertai dengan
dasar melainkan hanya dengan kata “pokoknya”, “bagaimanapun”, dan kata-kata sejenis itu. 
Di  lain  pihak,  ada  sebagian  orang  yang  menghargai  perbedaan  pendapat  dalam
masalah  fiqih.  Mereka  tidak  menghujat  dan  benar-benar  menerapkan  sabda  Rasulullah
tentang  keniscayaan  perbedaan  pendapat.
          Dalam  konteks  Indonesia,  fenomena  di  atas  sudah  kita  pahami  bersama. Di  negeri
yang warganya merupakan pemeluk Islam terbesar di dunia ini, ternyata sangat banyak orang
yang mengamalkan ajaran Islam, dengan hanya melihat dan mendengar sepotong-sepotong—
dari orang lain, yakni pemuka agama, guru, Kyai, tokoh masyarakat, atau bahkan tetangga di
depan  rumahnya—tanpa  kemudian  berusaha  menyibukkan  diri  sejenak  untuk  khusuk
mempelajarinya sebelum bertaklid.
Taklid  buta  tentu  saja membawa  dampak  besar  yaitu mundurnya  tradisi  pemikiran
ummat  Islam. Maraknya  taklid buta menandakan kemalasan ummat  Islam untuk mendalami
masalah-masalah  keagamaan  yang  ia  praktekkan  sehari-hari.  Selain  itu,  taklid  buta  juga
sangat  rentan  menimbulkan  konflik  antar  pemeluk  agama  Islam  yang  mana  memiliki
pandangan  fiqih  yang  berbeda. Taklid  buta mengakibatkan  umat  Islam  terpecah,  gampang
dipecah, dan diadu domba. Taklid buta  juga dirasa bisa membuat  seseorang kurang khusuk
dan meresapi amalan-amalan ibadah yang ia kerjakan. 


Maka dari itu mari kita budayakan membaca, agar taklid buta tidak menjadi virus yang akan menggerogoti persatuan ummat.
Oqqe, bagi yang ingin memperdalami tentang perbedaan-perbedaan ini dan mengetahui dasar-dasarnya silahkan download ebooknya disini

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ